Jul 10th 2024, 23:30, by Ochi Amanaturrosyidah, kumparanNEWS
Dari luar, rumah berukuran 6x8 meter yang berada di gang sempit di Kampung Cisurupan, Kelurahan Citeureup, Kecamatan Cimahi Utara, Kota Cimahi terlihat seperti rumah biasa. Namun siapa sangka, di rumah yang terbilang kecil itu, puluhan jiwa hidup berdesak-desakan.
Dari data, ada 18 kepala keluarga yang terdiri dari 46 jiwa yang tercatat tinggal di sana. Sebagian dari mereka sudah pindah dan tinggal di tempat lain, tapi jumlah yang masih menatap tetap banyak.
"Memang [yang tercatat] 18 KK, tapi itu mah cuma ikut aja KK-nya di sini, orangnya udah enggak di sini. Di sini ada 25 orang," tutur Dewi (37), salah satu penghuni di sana, saat ditemui kumparan, Rabu (10/7).
Perempuan yang sehari-hari bekerja sebagai buruh cuci itu mengaku kaget ketika tahu keluarganya viral di media sosial. Ia baru tahu dari salah satu rekan kerjanya.
"Ya kaget, enggak nyangka jadi viral. Partner kerja saya juga bilang, 'Rumah Teh Dewi viral'," tutur ibu empat anak ini.
Rumah dua lantai itu berdesakan dengan rumah-rumah lainnya di kawasan padat penduduk. Hanya ada dua pintu masuk yang terletak di depan dan samping rumah.
Pintu di samping langsung berhadapan dengan gang yang lebih sempit. Jalan yang berhadapan dengan pintu depan tak jauh lebih baik: hanya bisa dilewati satu motor saja.
Dari luar terlihat kondisi rumah itu juga mulai mengkhawatirkan. Atapnya lapuk, dindingnya kusam.
Meski dihuni 46 orang, rumah ini hanya memiliki satu kamar mandi saja yang ada di bagian belakang. Kamar mandi berukuran 1x1,5 meter itu cuma terdiri dari kloset kecil dan satu jeriken yang digunakan untuk menampung air. Tak ada bak mandi, apalagi shower.
Sudah Ada Sejak 1982
Sri Aminah (64), salah satu penghuni lainnya, bercerita rumah ini sudah ada sejak tahun 1982 silam. Saat itu rumah ini dihuni oleh satu keluarga besar yang terdiri dari dirinya, adik, anak, dan cucunya.
"Sudah sejak dulu tinggal di sini, kondisinya memang begini. Jadi ada yang tinggal di atas dan kamar. Kalau saya tidur cuma ngambar di ruang tengah," ungkap Sri.
Awalnya rumah dengan total luas 70,7 meter persegi itu dihuni 18 KK dengan 46 jiwa. Lalu empat KK pindah dan mengontrak tak jauh dari sana, sehingga menyisakan 14 KK dan 36 jiwa. Baru kemudian ada lagi yang pindah dan sekarang tinggal 25 orang yang tinggal di sana.
Untuk mengakalinya, mereka membuat sekat-sekat sederhana di dalam rumah. Satu sekat bisa ditempati oleh 4-5 anggota keluarga.
"Rumah ini sudah tua, kadang bocor. Ingin renovasi tapi enggak punya uang," keluh Sri.
Sehari-hari keluarga besar ini harus menghadapi keterbatasan ekonomi. Para kepala keluarga bekerja serabutan. Hasilnya biasanya hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Tinggal di tempat yang lebih layak atau sekadar membetulkan genteng bocor terasa seperti angan.
Belum lagi mereka juga kesulitan mendapatkan air bersih untuk minum atau mandi. Aparat desa sebenarnya sudah menyediakan air bersih, namun lokasinya cukup jauh dan harus diangkut dengan jeriken atau galon bekas.
"Selama ini kami tidak mampu membeli pipa atau membuat bak mandi," ungkap Sri.
Pemkot Cimahi sebenarnya sudah turun mendatangi keluarga tersebut pada Selasa (9/7). Sekda Kota Cimahi, Dikdik Suratno Nugrahawan, menyebut sebenarnya pihaknya sudah menyediakan rumah susun sewa sederhana (Rusunawa) bagi masyarakat yang membutuhkan.
"Kami sudah menyiapkan Rusunawa untuk warga yang membutuhkan hunian, tapi jumlahnya memang terbatas," kata Dikdik.
Ia mengungkapkan, dari 18 KK yang tercatat tinggal di rumah itu, 4 KK di antaranya sudah pindah. Status keempatnya adalah mengontrak. Dikdik lalu mendorong untuk membantu mengurus administrasi kependudukan bagi warga yang pindah domisili.
"Kita harus memberikan pemahaman kepada warga agar mereka dengan kesadaran melakukan penyesuaian. Intervensi bantuan juga sudah dilakukan tapi baru kembali terungkap lagi," tutupnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar