Mantan Supervisor Divisi Infra II PT Waskita Karya (Persero) Tbk., Sugiharto, mengungkapkan dirinya pernah diminta menyiapkan uang sejumlah Rp 10,5 miliar untuk Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Uang itu untuk mengamankan temuan BPK terkait proyek pembangunan Tol Syekh Mohammed bin Zayed (MBZ).
Hal itu disampaikannya saat menjadi saksi dalam sidang lanjutan kasus korupsi pembangunan tol MBZ, yang digelar di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, Selasa (14/5).
Ia mengaku diminta untuk menyiapkan proyek fiktif. Lewat proyek fiktif itulah, Sugiharto mendapatkan uang Rp 10,5 miliar untuk BPK.
"Di BAP saudara ada saudara ditanya terkait proyek fiktif. Ditanya oleh penyidik apakah ada proyek fiktif terkait pelaksanaan Tol Japek [Jakarta-Cikampek] ini. Bisa dijelaskan, Saudara?" tanya jaksa di persidangan.
"Itu pada saat saya yang menjabat, Pak. Pada saat menjabat sebagai SPV-nya, di tahun 2021 itu, Pak," jawab Sugiharto.
"Pekerjaan fiktifnya itu untuk pekerjaan, saya hanya karena pekerjaan sudah 100 persen, Pak, pemeliharaan, hanya patching-patching [menambal] saja, Pak. Buatnya itu. Itu kecil aja," timpal Sugiharto.
"Berapa nilainya?" tanya jaksa.
"Rp 10,5 miliar," ujar Sugiharto.
Sugiharto mengaku, dirinya diperintahkan oleh Bambang Rianto sebagai Direktur Operasional untuk menyiapkan uang Rp 10,5 miliar itu melalui pengerjaan proyek fiktif.
"Bisa Saudara jelaskan siapa yang memiliki inisiatif untuk pembuatan proyek dan uangnya itu untuk apa?" tanya jaksa.
"Saya pada saat itu diinstruksikan oleh Direktur Operasional saya, Pak Bambang Rianto," jawab Sugiharto.
"Oke. Gimana instruksinya?" tanya jaksa.
"Tolong disediain dana untuk di Japek ini ada keperluan untuk BPK Rp 10 M-an lah, Pak," timpal Sugiharto.
"Buat apa?" cecar jaksa.
"BPK. Nah, itu. Jadi, saya dipanggil, saya kumpulin teman-teman saya, VP saya pada saat itu, Pak Rozak [Faturrozak]. Kan setelah menjabat sebagai Kapro (kepala proyek), dia sebagai engineer dan VP, wakil saya di 2021. Saya panggil juga pengendali saya, namanya Pak Reza. Menyampaikan di situ bahwa ada keperluan ini, untuk keperluan BPK," jelas Sugiharto.
"Akhirnya dibuatkanlah dokumen seolah-olah ada pekerjaan senilai Rp 10,5 miliar itu?" tanya jaksa mengkonfirmasi.
"Iya, betul, Pak," kata Sugiharto.
Kendati begitu, Sugiharto mengaku tak mengetahui detail temuan BPK dalam proyek pembangunan tol MBZ tersebut. Termasuk peruntukan atas pemberian uang senilai Rp 10,5 miliar itu.
"Pada saat itu, Saudara tahu apa temuan-temuan BPK, sehingga teman-teman termasuk Saudara itu berinisiasi untuk memberikan sejumlah dana ke BPK?" tanya jaksa.
"Kalau masalah temuan detailnya saya tidak tahu. Saya hanya diinstruksikan sama Pak BR [Bambang Rianto], Direktur Operasional saya, untuk membuat itu untuk keperluan pemenuhan BPK itu. Detailnya ada temuan atau tidak, saya juga enggak tahu juga, Pak," terang Sugiharto.
Sugiharto terus dicecar terkait temuan BPK perihal kekurangan mutu hingga struktur beton. Menurutnya, ia hanya mendengar temuan BPK terkait kurangnya pembangunan gate tol.
"Saya yang tahunya itu pada saat ternyata ada temuan dari BPK bahwa gate tolnya kita kurang gitu, Pak," imbuh Sugiharto.
Jaksa kemudian membeberkan temuan BPK pada proyek tol MBZ. Lagi-lagi, Sugiharto mengaku hanya mengetahui soal kekurangan gate tol. Sementara itu, Sugiharto tak mengetahui ihwal kelanjutan penggunaan uang Rp 10,5 miliar tersebut.
"Jadi, Saudara tidak tahu juga, apakah temuan-temuan BPK tadi, yang saya uraikan tadi terkait kekurangan volume beton, struktur beton, kemudian tinggi girder, gerbang tol, itu akhirnya tidak tahu atau tidak, tidak tahu Saudara?" tanya jaksa.
"Iya. Hanya terakhir saya dapat informasi bahwa kita temuannya BPK itu adalah kekurangan gate tol itu, gitu, lho, Pak, yang di kontrak [ada] 6, kita hanya kerjanya 3," ucap Sugiharto.
"Akhirnya uang tadi [Rp 10,5 miliar] dikemanakan?" tanya jaksa mengkonfirmasi.
"Saya tidak tahu, Pak," tandas Sugiharto.
Adapun dalam kasus korupsi pembangunan tol MBZ ini, diduga dilakukan dengan pengurangan volume bangunan dan pengaturan pemenang lelang. Kerugian negara dalam kasus ini mencapai Rp 1,5 triliun.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar