Mar 5th 2023, 17:38, by Dicky Adam Sidiq, kumparanNEWS
Permukiman Kampung Bajo: Suasana permukiman Kampung Bajo Sampela yang berdiri di atas perairan Pulau Kaledupa, Kabupaten Wakatobi. Foto: Indrianto Eko Suwarso/ANTARA FOTO
Suku Bajo belakangan menjadi perbincangan setelah sutradara James Cameron menyatakan bahwa inspirasi film Avatar: The Way of Water tersebut berasal dari orang laut di Indonesia yang tak lain adalah Suku Bajo. Suku yang tinggal di rumah panggung dan hidup di atas rakit.
"Dan, kami melihat beberapa desa dengan jalur air," ungkap Cameron dalam petikan wawancara dengan National Geographic yang tersiar di akun Instagram Kemenparekraf.ri akhir Desember 2022 lalu.
Aktivitas Suku Bajo: Warga Suku Bajo menjemur pakaian di Kampung Bajo Sampela, perairan Pulau Kaledupa, Wakatobi. Foto: Indrianto Eko Suwarso/ANTARA FOTO
Suku Bajo dikenal sebagai 'Sea Gypsy' atau suku/masyarakat yang hidup di laut. Sebab, kehidupan kesehariannya memang menyatu dengan laut. Dahulu kala, orang-orang Bajo terbiasa hidup di atas perahunya (nomaden).
Bermain: Tiga anak warga Suku Bajo berpose saat bermain air di Desa Mola Raya, Wang-Wangi Selatan, Wakatobi. Foto: Indrianto Eko Suwarso/ANTARA FOTO
Sebagian ilmuan menyebut mereka berasal dari Kepulauan Sulu Filipina dengan nama Suku Bajau atau Suku Sama. Sementara populasi terbesar di Indonesia berada di pesisir Kepulauan Wakatobi, Sulawesi Tenggara, yang mencapai sekitar 20 ribu jiwa.
Seiring berjalannya waktu, banyak orang Bajo membangun rumah di atas laut dangkal. Bahkan banyak di antara mereka juga telah mendirikan rumah di daratan namun tetap berada di sekitar pesisir laut. Mata pencaharian utama masyarakat Suku Bajo adalah nelayan yang masih menggunakan cara-cara tradisional, seperti memancing, menjaring, dan memanah.
Aktivitas Suku Bajo: Warga Suku Bajo melintas di depan rumahnya yang berdiri di atas daratan di Desa Mola Raya, Wangi-Wangi Selatan, Kabupaten Wakatobi. Foto: Indrianto Eko Suwarso/ANTARA FOTO
Sejak kecil anak-anak Suku Bajo sudah dikenalkan dengan laut, membuat mereka memiliki kemampuan tersendiri dalam hal berenang dan menyelam, salah satunya Taharudin.
Taha, merupakan seorang nelayan dengan keahlian menangkap ikan dengan menyelami laut menggunakan tongkat kayu dan anak panah, keahlian yang melegenda dari Suku Bajo.
Mencari Ikan: Nelayan suku bajo memancing ikan di perairan Pulau Hoga, Kabupaten Wakatobi, Sulawesi Tenggara. Foto: Indrianto Eko Suwarso/ANTARA FOTO
Seperti halnya Taha, para pemanah ikan Suku Bajo mampu menyelam untuk mencari ikan hingga kedalaman 70 meter di bawah laut dengan menahan nafas hingga 13 menit tanpa bantuan alat pernapasan.
Peralatan Mencari Ikan: Sejumlah umpan untuk memancing dan anak panah buatan Taharudin untuk mencari ikan. Foto: Indrianto Eko Suwarso/ANTARA FOTO
Taha mengaku hanya memanah ikan yang berukuran besar untuk menjaga keberlanjutan sumber daya ikan di laut. Alih-alih menggunakan bom ikan, ia lebih memilih menggunakan umpan ikan kayu yang dibuat seolah-olah hidup atau membuat gurita tiruan dengan bahan yang memancarkan cahaya untuk mengelabui buruannya ketika memancing.
Mencari Ikan: Pemanah ikan suku bajo, Taharudin, berenang menuju tubir karang di perairan Pulau Wangi-Wangi, Kabupaten Wakatobi. Foto: Indrianto Eko Suwarso/ANTARA FOTO
"Laut ini adalah ladang bagi Suku Bajo, mereka menjaga dan mengolah ladang ini, demi kehidupan berkelanjutan, supaya ikan-ikan tetap ada hingga anak cucu mereka," kata Samran, Ketua Koperasi Nelayan di Desa Mola Raya Kecamatan Wangi-Wangi Selatan Wakatobi.
Berburu Ikan: Warga Suku Bajo, Taharudin membidik ikan buruannya di perairan Pulau Wangi-Wangi, Kabupaten Wakatobi. Foto: Indrianto Eko Suwarso/ANTARA FOTO
Ketika pemerintah melalui Kementerian Kelautan dan Perikanan mencanangkan lima program prioritas berbasis ekonomi biru dengan konsep keberlanjutan, yakni memperluas wilayah konservasi hingga 30 persen perairan Indonesia, penangkapan ikan terukur, budidaya ikan yang ramah lingkungan, penataan ruang laut untuk perlindungan ekosistem pesisir dan laut, serta Bulan Cinta Laut (BCL). Maka sejatinya program ekonomi biru yang berdasar pada keberlanjutan sumber daya alam laut itu sudah diterapkan oleh Suku Bajo sejak dulu kala.
Pemanah ikan suku bajo, Taharudin, menunjukkan ikan yang berhasil dipanah di Perairan Pulau Wangi-Wangi, Kabupaten Wakatobi. Foto: Indrianto Eko Suwarso/ANTARA FOTOWarga Suku Bajo menunjukkan bulu babi yang didapatnya di Pulau Wangi-Wangi, Kabupaten Wakatobi. Foto: Indrianto Eko Suwarso/ANTARA FOTOWarga Suku Bajo menikmati ikan hasil melaut di depan rumahnya yang berdiri di atas daratan di Desa Mola Raya, Wangi-Wangi Selatan, Kabupaten Wakatobi. Foto: Indrianto Eko Suwarso/ANTARA FOTOSeorang ibu Suku Bajo di Desa Mola Raya menggunakan Bedak Pupur yang terbuat dari bahan alami campuran beras putih dan kunyit atau daun mangkok. Foto: Indrianto Eko Suwarso/ANTARA FOTOWarga Kampung Bajo Mola membawa keranda berisi jenazah kerabatnya dengan menggunakan perahu untuk dimakamkan menuju pemakaman yang terletak di Pulau Otowe. Foto: Indrianto Eko Suwarso/ANTARA FOTO
Tidak ada komentar:
Posting Komentar