Komisi Yudisial (KY) menyebut kasus dugaan korupsi yang dilakukan oleh eks pejabat Mahkamah Agung (MA) Zarof Ricar bombastis. Barang bukti yang diamankan Kejaksaan Agung (Kejagung) terkait kasusnya mencapai Rp 920 miliar dan emas seberat 51 Kg. Semua itu ditemukan di kediaman Zarof di Jakarta.
KY membantah kecolongan terkait kasus Zarof tersebut.
"Kalau kecolongan enggak, kita sudah beberapa kali menyidangkan hal-hal seperti itu. Cuma yang agak bombastis hari ini, iya," kata Ketua Bidang Hubungan Antar Lembaga dan Layanan Informasi Komisi Yudisial Mukti Fajar Nur Dewata di Kejati Bali, Kamis (7/11).
Dia kemudian mengasumsikan apabila jasa pengurusan perkara atau suap satu kasus senilai Rp 1 miliar maka uang Rp 920 miliar itu berasal dari biaya pengurusan hampir 1.000 perkara.
Dalam dugaan korupsi pengaturan vonis kasasi Ronald Tannur, Kejagung menyebut Zarof dijanjikan fee sebesar Rp 1 miliar.
"Bahwa asumsi ini ya, jangan dianggap sebuah kesimpulan, kalau kemarin jastip satu kasus Rp 1 miliar, kalau (barang bukti mencapai) Rp 1 triliun berarti 1.000 kasus kan (yang terkait dalam kasus suap dalam proses peradilan)," kata dia.
"Kalau 1.000 kasus berarti 1 kasus ada 3 hakim, asumsi ya, berarti cukup membahayakan karena jumlah hakim 7.800. Ini hitung-hitungan asumsi," sambungnya.
Berkaca pada kasus itu, Mukti menyebut KY bakal bekerja keras mengawasi sistem peradilan di Indonesia. KY saat ini fokus mengawasi perilaku hakim dan wilayah yang berpotensi terjadi praktik mafia hukum.
"Kalau memang seperti itu, berarti KY harus benar-benar kerja keras," kata dia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar