Mahfud MD memberi penjelasan soal dirinya dikaitkan dengan Kaesang Pangarep karena sama-sama menggunakan private jet. Mahfud mengakui pernah menggunakan private jet, tapi itu milik Wakil Presiden RI ke-10 dan 12 Jusuf Kalla (JK).
Penggunaan private jet itu salah satunya saat Mahfud diundang khotbah ke Makassar, Sulawesi Selatan. Saat itu, eks Menko Polhukam itu masih menjadi Ketua Mahkamah Konstitusi (MK).
"Saya sering naik private jet (PJ) milik Pak JK. Saat jadi Ketua MK, saya pernah naik PJ Pak JK Jakarta-Makassar karena diundang khotbah hari raya di Masjid Almarkaz (Makassar). Pak JK sebagai Ketua Pembina Masjid, mengantar dan menemani saya dengan PJ-nya, plus kamar hotel," kata Mahfud, dikutip dari akun Instagramnya, Jumat (6/9).
"Pada November 2022, ada Munas KAHMI di Palu. Tokoh-tokoh KAHMI menyumbang sesuai pilihan: ada yang handle gedung, catering, gala dinner, hotel, transportasi. Lalu panitia mengatur. Atas usul Pak JK, saya ditugaskan berangkat dengan rombongan PJ Pak JK. Ada juga Pak Anies di situ," tambahnya.
Mahfud menjelaskan bahwa penggunaan private jet saat itu bukan gratifikasi. Mahfud mengaku menerima undangan khotbah ke Makassar tanpa harus mengeluarkan biaya negara.
Ada yang nanya: apa itu bukan gratifikasi? Tentu bukan, sebab saya menerima undangan khotbah harus pergi dan menginap di Makassar tanpa harus mengeluarkan biaya negara," kata Mahfud.
"Tak ada pemberian cuma-cuma, hedon, atau flexing sama sekali, seperti yang sejumlah yang diramaikan belakangan ini, dan itu semua tanpa honorarium sepeser pun," lanjutnya.
Lebih lanjut, Mahfud turut mengomentari soal KPK yang tak bisa memanggil Kaesang untuk mengusut penggunaan private jet. Sebelumnya, Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron mengungkapkan alasan pembatalan rencana mengklarifikasi Ketum PSI Kaesang Pangarep soal laporan dugaan gratifikasi terkait penggunaan jet pribadi.
Ghufron membantah bila proses klarifikasi Kaesang dibatalkan. Ia menyebut bahwa sosok Kaesang yang bukan sebagai penyelenggara negara jadi alasan tidak perlunya KPK menerima laporan gratifikasi dari yang bersangkutan.
Kata Mahfud, jika alasannya karena Kaesang bukan pejabat negara, maka perlu dikoreksi dalam 2 hal. Mahfud pun mengambil contoh kasus korupsi Rafael Alun.
"Pertama, itu ahistorik. Banyak koruptor yang terlacak setelah anak atau istrinya yang bukan pejabat diperiksa. Contoh: RA, seorang pejabat Eselon III Kemenkeu sekarang mendekam di penjara justru ketahuan korupsi setelah anaknya yang hedon dan flexing ditangkap. Anak RA dengan mobil mewah menganiaya seseorang. KPK melacak kaitan harta dan jabatan ayah si anak: ternyata hasil korupsi. KPK memproses, lalu RA dipenjarakan," tuturnya.
Lebih lanjut, Mahfud menyebut hal ini bisa juga berpotensi apabila ada pejabat yang meminta gratifikasi, tapi diserahkan ke anak atau keluarganya.
"Kedua, kalau alasan hanya karena bkn pejabat (padahal patut diduga) lalu dianggap tak bisa diproses maka nanti bisa setiap pejabat meminta pemberi gratifikasi untuk menyerahkan ke anak atau keluarganya. Ini sudah dinyatakan oleh pimpinan KPK via Alex Marwata dan Pimpinan PuKat UGM," kata dia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar