May 6th 2024, 05:50, by Muhammad Darisman, kumparanBISNIS
PT Sepatu Bata Tbk (BATA) terpantau menjual aset tanah dan bangunan senilai Rp 63,4 miliar sebelum menutup pabrik yang berlokasi di Purwakarta, Jawa Barat. Kabar tersebut menjadi salah satu berita paling banyak dibaca sepanjang Minggu (5/5).
Tak hanya itu, ada juga kabar tentang utang Bata yang membengkak dan terus merugi dalam empat tahun terakhir. Berikut rangkuman berita populer di kumparanBisnis:
Sepatu Bata Jual Aset
Berdasarkan keterbukaan informasi Bursa Efek Indonesia (BEI), Bata melakukan penjualan aset pada 7 Maret 2024 lalu untuk melunasi sebagian utang perseroan. PT Simatupang Jaya Realty atau SJR merupakan pihak pembeli yang akan membeli aset Sepatu Bata. Aset tersebut berupa tanah dan bangunan yang dimiliki BATA dengan nama Graha Bata yang terletak di Cilandak, Jakarta.
Graha Bata merupakan kantor pusat dan administrasi perusahaan. Tanah dan bangunannya terdiri dari 6 lantai dengan luas keseluruhan sebesar 4.239,43 m2, yang berdiri di atas tanah seluas 1.993 m2.
"Pada saat keterbukaan informasi ini, Perseroan telah menjual aset kepada pihak pembeli dengan memperhatikan nilai pasar pada 21 November 2023 sebesar Rp 63,4 miliar," tulis manajemen Bata dikutip dari keterbukaan informasi BEI, Minggu (5/5).
Adapun harga yang ditetapkan sudah sesuai dengan harga pasar dan persyaratan yang disetujui oleh perseroan dengan memperhatikan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Graha Bata menjadi pilihan perusahaan untuk dijual lantaran memiliki banyak ruangan kosong seiring dengan berkurangnya karyawan, sehingga membuat tingkat okupansinya rendah.
Manajemen Bata mengungkapkan, strategi pertumbuhan bisnis perseroan adalah mengoptimalkan penjualan melalui toko-toko yang ada dengan menginvestasikan anggarannya untuk peremajaan toko-toko. Selain itu, perseroan juga memfokuskan pengembangan usahanya dibidang penjualan daring melalui anak usaha yakni Bata Online.
"Penjualan aset ini adalah untuk memperkuat posisi keuangan perseroan dengan melunasi sebagian pinjaman berbunga dan mengurangi biaya-biaya yang berhubungan dengan pengelolaan properti," tulis manajemen.
Utang Membengkak hingga Tutup Pabrik
Manajemen mengaku telah melakukan berbagai upaya selama empat tahun terakhir di tengah kerugian dan tantangan industri akibat pandemi COVID-19 dan perubahan perilaku konsumen yang begitu cepat.
Perseroan mengaku sudah tidak dapat melanjutkan produksi di pabrik Purwakarta, karena permintaan pelanggan terhadap jenis produk yang dibuat di Pabrik Purwakarta terus menurun.
"Dan kapasitas produksi pabrik jauh melebihi kebutuhan yang bisa diperoleh secara berkelanjutan dari pemasok lokal di Indonesia," tulis manajemen.
Berdasarkan laporan keuangan BATA di Bursa Efek Indonesia (BEI), performa perusahaan memang sangat terpukul sejak pandemi COVID-19 pada 2020 lalu. Tercatat, pada saat itu BATA mencatatkan rugi tahun berjalan hingga Rp 177,76 miliar.
Padahal di 2019, perusahaan berhasil mencetak laba sebesar 23,44 miliar. Di sisi top line, pendapatan BATA juga turun drastis di 2020 menjadi Rp 459,59 miliar dari 2019 yang sebesar Rp 931,27 miliar.
Keadaan ini terus berlanjut di 2021 dan 2022 yang masih merugi masing-masing sebesar Rp 61,23 miliar dan Rp 106,12 miliar. Bahkan di 2023, kerugian BATA semakin membengkak menjadi Rp 190,56 miliar.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar