KPK memeriksa sembilan orang saksi dalam lanjutan penyidikan dugaan korupsi pungli di rutan lembaga antirasuah. Mereka diperiksa di Lapas Kelas 1 Sukamiskin.
Pemeriksaan dilakukan pada Kamis (22/3). Berikut sembilan terpidana yang diperiksa oleh penyidik KPK tersebut:
Kabag Pemberitaan KPK, Ali Fikri, mengatakan pemeriksaan terhadap saksi-saksi untuk mengusut sebutan "lurah" dan istilah "korting" dalam pengumpulan uang di Rutan Cabang KPK.
"Para saksi hadir dan dikonfirmasi serta didalami kembali antara lain kaitan sebutan lurah dan korting dalam pengumpulan uang di lingkungan Rutan Cabang KPK untuk diberikan pada Tersangka AF (Achmad Fauzi, Karutan Cabang KPK) dkk," ujar Ali Fikri dalam keterangannya, Jumat (22/3).
Soal Lurah dan Korting
Di kasus pungli Rutan KPK ini, muncul sosok yang menjadi 'otak' pungli, dia adalah Hengki.
Hengki adalah mantan pegawai Kemenkumham yang menjadi Kamtib Rutan KPK 2018-2022. Ia diperbantukan di Rutan KPK sejak 2017.
Pungli di Rutan KPK diduga sudah terjadi sejak 2016. Namun kala itu, belum terorganisir. Diduga, saat Hengki bergabung, pungli mulai diatur secara rapi.
Dia diduga yang memperkenalkan sistem 'Korting' dan 'Lurah' selaku pengepul uang dari pihak tahanan serta petugas Rutan KPK.
Pungli yang terjadi diduga terkait fasilitas untuk para tahanan. Misalnya saja penyelundupan hp ke dalam rutan adalah Rp 10-20 juta. Biaya penggunaan hp setiap bulannya Rp 5 juta.
Pungli di Rutan KPK melibatkan puluhan orang pegawai. Sebanyak 93 orang di antaranya sudah dinyatakan melanggar etik.
Para petugas rutan ini melakukan aksinya dengan sebuah sistem dan struktur yang dibangun: 'lurah' sebagai pengepul sekaligus penyalur pungli. Pungli diterima dari tahanan yang telah dikumpulkan oleh 'korting' atau koordinator tempat tinggal alias ketua dari para tahanan.
Siklus tersebut beroperasi terus berdasarkan request fasilitas dari para tahanan. Nominal sogokan atau pungli yang diberikan tergantung permintaan fasilitas tambahan yang diinginkan si tahanan, dipesan lewat 'korting' lalu selanjutnya disalurkan 'lurah' ke pegawai-pegawai yang bersangkutan.
Sistem ini bisa disebut cara penyaluran satu pintu. Meski, 'lurah' dan 'korting'-nya berganti-ganti, menyesuaikan mutasi. 'Korting' juga menyesuaikan keluar-masuknya tahanan. Sistem terstruktur ini ternyata dibuat oleh Hengki.
"Awal mulanya [Hengki] sehingga terstruktur secara baik, ya. Jadi Pungli ini terstruktur dengan baik. Angka-angkanya pun dia [Hengki] menentukan sejak awalnya, Rp 20 sampai 30 juta untuk memasukkan handphone. Begitu juga setor-setor setiap bulan 5 juta, supaya bebas menggunakan HP," kata Ketua Dewas KPK Tumpak Hatorangan Panggabean dalam konferensi persnya, Kamis (15/2).
Hengki disebut sebagai orang awal yang menunjuk dan membuat istilah 'lurah'.
"Dialah yang pada mulanya menunjuk orang-orang yang bertindak sebagai lurah, yang mengumpulkan uang dari tahanan. Tahanan itu sendiri sudah dikoordinasikan oleh seorang yang dituakan di situ, diberi nama 'korting', Koordinator Tempat Tinggal. Nah, itulah yang mengkoordinir setiap bulannya dari para tahanan-tahanan, setelah terkumpul diserahkan kepada 'lurah', siapa yang menunjuk lurah ini pada awalnya adalah Hengki," jelas Tumpak.
Proses Pidana
KPK menjerat 15 tersangka dalam kasus pungli ini. Para tersangka ini merupakan para pegawai KPK yang bertugas di Rutan KPK.
Mereka diduga mengumpulkan pungli mencapai Rp 6,3 miliar dalam rentang 2019-2023. Miliaran tersebut diterima Hengki dkk secara berkala dan nilai yang bervariasi.
Salah satu modus pungli tersebut ialah menyelundupkan hp ke dalam rutan hingga penyewaan power bank.
Bahkan ada juga jasa membocorkan info sidak di Rutan KPK. Sehingga para tahanan yang membawa hp maupun rokok bisa mengantisipasi sebelum sidak terjadi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar