Sep 21st 2023, 18:53, by Tim kumparan, kumparanBISNIS
Ancaman platform social commerce asal China, TikTok Shop, terhadap ekonomi kecil dan UMKM disebut semakin nyata. Banyak pelaku usaha mengeluh omsetnya terus menurun akibat kalah bersaing dengan produk-produk yang dijual sangat murah melalui TikTok Shop.
Kegiatan operasi Tiktok Shop, yang bermula sebagai media sosial dan berubah menjadi social commerce, juga dinilai banyak melanggar regulasi pemerintah.
Hingga kini Tiktok tidak memiliki Perwakilan Perusahaan Perdagangan Asing (PSA) atau Kantor Perwakilan Perusahaan Perdagangan Asing (KP3A). Perusahaan China itu hanya memiliki kantor perwakilan di Indonesia.
Peraturan Menteri Perdagangan No 50 Tahun 2020 Tentang Ketentuan Perizinan Usaha, Periklanan, Pembinaan, dan Pengawasan Pelaku Usaha dalam Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PMSE) menegaskan KP3A atau KP3A bidang PMSE tidak dapat melakukan kegiatan perdagangan secara langsung.
Sesuai aturan, KP3A bidang PMSE hanya boleh melakukan kegiatan-kegiatan pendukung perdagangan seperti melakukan kegiatan promosi, penelitian pasar, hingga pemenuhan kewajiban perlindungan konsumen.
Tapi kenyataannya, TikTok Shop justru melakukan transaksi langsung, termasuk menyediakan fasilitas pembayarannya.
Direktur Eksekutif ICT Institute Heru Sutadi menegaskan, jika kehadiran TikTok memberikan dampak negatif dan tidak memberikan peluang bagi ekonomi kecil dan UMKM, pemerintah harus berani menindak tegas untuk memblokir atau menutup aplikasi itu.
"Toh, kita masih punya banyak platform e-commerce yang bisa dimanfaatkan oleh masyarakat dan UMKM," ujar pengamat teknologi tersebut, Kamis (21/9/2023).
Puluhan pedagang di Pasar Tanah Abang menuntut Menkop UKM Teten Masduki menutup Tiktok Shop. Para pedagang beralasan, mereka tidak bisa bersaing dengan barang-barang yang dijual di Tiktok karena harganya terlalu murah.
Protes para pedagang tersebut disampaikan ketika menteri Teten berkunjung ke pasar Tanah Abang, Jakarta, Selasa (19/9/2023).
Menurut Heru, praktik penggabungan antara e-commerce dan media sosial menjadi social commerce seperti yang dilakukan TikTok Shop telah menciptakan banyak masalah. Seperti pembayaran kepada UMKM yang telat dan banjirnya produk-produk impor yang semakin menyulitkan produsen dalam negeri.
Itu sebabnya, Heru meminta pemerintah semakin jeli melihat praktik lalu-lintas perdagangan antar negara melalui TikTok Shop. Sebab, pada kenyataannya, bukan produk nasional yang dijual, melainkan justru banyak produk dari luar negeri yang masuk ke Indonesia.
Menurut Heru, pemerintah juga perlu mengatur untuk menjaga data pribadi masyarakat. Jangan sampai data pribadi masyarakat dianalisis menggunakan big data yang pada gilirannya berdampak terhadap masuknya produk-produk asing ke Indonesia.
"Kita harus berhitung secara lebih jeli lagi apa manfaat TikTok Shop di Indonesia dan apa mudaratnya. Kalau dampaknya adalah banyak produk dari luar yang masuk ke Indonesia dan melawan produk UKM kita, ini akan kontraproduktif dengan upaya pengembangan UKM di Indonesia," tegas Heru.
Lebih jauh ia menjelaskan, pemerintah perlu membuat aturan secara tegas untuk setiap layanan yang ditawarkan oleh suatu platform. Jadi, satu aplikasi harus patuh terhadap beberapa aturan berbeda sesuai regulasi yang mengatur layanan-layanan yang ditawarkan aplikasi tersebut.
Pemerintah juga perlu membuat batasan-batasan yang jelas apa saja yang boleh dan tidak boleh dilakukan oleh platform social commerce. Misalnya, perdagangan lintas batas, aturan perpajakan, dan lain sebagainya. Intinya, pemerintah harus membuat regulasi yang berpihak pada pengembangan produk nasional dan perkembangan UKM.
"Aturan main harus jelas dan tegas. Tujuan utamanya adalah bagaimana ekonomi digital di Indonesia meningkat. Artinya, harus produk-produk nasional yang dikedepankan. Bagaimana pun, UKM merupakan soko guru perekonomian. Maka UKM harus didukung, dilindungi, dan diberikan peranan yang besar," terang Heru.
Menkop UKM Teten Masduki telah mengatakan, ingin memisahkan antara fungsi media sosial dan e-commerce dalam platform terpisah.
Menurut dia, Indonesia harus mencontoh China yang berhasil melakukan akselerasi digital untuk melahirkan ekonomi baru sekaligus melindungi pasar domestik dengan ketat.
"Di China, platform digital tidak boleh monopoli. Media sosial dan dagang dipisah. TikTok sendiri di Tiongkok dipisah antara TikTok medsos-nya dan TikTok Shop-nya," ujar Teten dalam rapat dengar pendapat (RDP) di Komisi VI DPR pekan lalu, Selasa (12/9/2023).
Di banyak negera, kehadiran TikTok juga menjadi masalah. Contohnya, komisi Perlindungan Data Irlandia (DPC), yang bertanggung jawab mengawasi aktivitas TikTok di Uni Eropa, mengumumkan pada Jumat (15/9), bahwa TikTok telah melanggar undang-undang privasi Uni Eropa.
Investigasi yang dilakukan oleh DPC mengungkap bahwa pada paruh kedua tahun 2020, pengaturan default TikTok tidak cukup memadai dalam melindungi akun anak-anak. Pengadilan memerintahkan perusahaan tersebut membayar denda sebesar USD 368 juta atau sekitar Rp 5,5 triliun (kurs Rp 15 ribu).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar