Search This Blog

Indonesia di Tengah Dunia yang Anarki

kumparan - #kumparanAdalahJawaban
 
Indonesia di Tengah Dunia yang Anarki
May 13th 2023, 10:44, by Adil Salvino, Adil Salvino

Sebuah ilustrasi yang menggambarkan seorang pemilih sedang mencari nakhoda Indonesia (foto: dokumentasi Adil Salvino).
Sebuah ilustrasi yang menggambarkan seorang pemilih sedang mencari nakhoda Indonesia (foto: dokumentasi Adil Salvino).

Indonesia akan memasuki tahun politik di 2024 mendatang. Sebuah tahun yang disebut sebagai tahun politik karena pemilihan presiden, pemilihan legislatif, hingga pemilihan kepala daerah diselenggarakan secara serentak. Beberapa nama pun telah dideklarasikan.

Siapapun nantinya yang terpilih di pilpres 2024 dan menjadi nakhoda Indonesia akan menentukan arah gerak Indonesia selama lima tahun ke depan. Namun, menjadi nakhoda Indonesia bukanlah persoalan yang mudah. Posisi Indonesia yang strategis menjadi tantangan tersendiri.

Ambisi China dengan one belt one road dan Amerika dengan free and open Indo-Pacific menjadi sebuah ancaman di halaman depan Indonesia. Belum lagi perang Rusia dan Ukraina menambah persoalan panjang yang harus dipertimbangkan Indonesia ke depannya.

Hal itu ibarat menakhodai kapal di tengah samudera yang ganas. Kondisi geopolitik regional dan dunia juga semakin tidak menentu ke depannya. Bagaimana Indonesia menakhodai kapal tanpa tenggelam menjadi pokok persoalan dalam tulisan ini.

Saya mengibaratkan dunia sebagai samudera yang ganas bukanlah tanpa alasan. Di dalam Hubungan Internasional, para pemikir dengan perspektif Neorealisme dan Neoliberalisme memiliki pandangan bahwa dunia yang kita tinggali bersifat anarki.

Setiap negara dituntut untuk bertahan hidup. Dunia anarki sendiri membentuk konsep security dilemma atau "dilema keamanan" di mana negara mau tidak mau harus memiliki power agar tidak ditindas oleh negara lain.

Efek Samping Globalisasi

Suasana gedung bertingkat di Jakarta, Minggu (1/5). Foto: Aditia Noviansyah/kumparan
Suasana gedung bertingkat di Jakarta, Minggu (1/5). Foto: Aditia Noviansyah/kumparan

Kondisi dunia yang anarki semakin mendapat tantangan dari globalisasi, khususnya globalisasi ekonomi. Globalisasi ekonomi menciptakan dunia yang saling terintegrasi, seperti adanya pasar bebas, perusahaan transnasional, dan terbentuknya rantai pasokan global.

Namun, sistem internasional tidak berjalan sesederhana itu. Seperti hukum ketiga Newton yang mengatakan "setiap ada aksi pasti ada reaksi", globalisasi ekonomi yang sedemikian kompleks juga menyebabkan efek samping.

Dalam artikel yang berjudul The New Anarchy: Globalization and Fragmentation in World Politics, Phillip G. Cerny & Alex Prichard (2017) berargumen bahwa dunia saat ini tengah menghadapi tiga masalah, yaitu kesenjangan, ketidakamanan, dan kapital global.

Kesenjangan Kelas

Di dunia modern, ketergantungan antara satu negara dengan negara lain menjadi semakin nyata. Ketergantungan antarnegara dapat diamati dari ponsel yang kita gunakan, katakanlah layar ponsel diproduksi di Brasil, chip ponsel diproduksi di Taiwan, lalu ponsel itu sendiri dirakit di China.

Lalu yang menjadi pertanyaan, mengapa perusahaan raksasa yang memproduksi ponsel memilih untuk membeli komponen dan merakitnya di negara lain? Jawaban pastinya tentu adalah profit. Perusahaan multinasional cenderung memilih negara dengan upah buruh murah untuk memangkas biaya produksi.

Indonesia sebagai negara yang sedang gencar-gencarnya menarik para investor agar berinvestasi di Indonesia perlu mempertimbangkan regulasi upah dan kesejahteraan buruh. Pendapat yang saya tulis selaras dengan pendapat Cerny & Prichard (2017) yang mengatakan perlunya partisipasi serikat buruh dalam menyuarakan hak mereka. Para pembuat kebijakan jangan hanya menginginkan profit, profit, dan profit tanpa memperhatikan apakah buruh sudah sejahtera atau belum.

Poin yang tidak kalah penting adalah setiap perusahaan yang ingin berinvestasi di Indonesia harus menaati regulasi yang berlaku, tidak terkecuali upah minimum buruh.

Kepentingan yang Bersinggungan

Kepentingan tiap negara yang berbeda-beda juga memunculkan masalah ketidakamanan. Balik lagi ke konsep dunia anarki yang telah saya tulis sebelumnya. Setuju atau tidak setuju, setiap negara pasti memiliki kepentingan yang terkadang bergesekan dengan kepentingan negara lain.

Kepentingan yang saling bergesekan ini tidak jarang menimbulkan tensi antarnegara. Kepentingan yang berbeda ini dapat timbul dengan dalih historis, seperti yang terjadi di Laut China Selatan dan Ukraina Timur.

Cerny & Prichard (2017) berargumen bahwa tradisi-pseudo menjadi faktor utama naiknya eskalasi politik negara-negara modern. Dalam contoh nyata, klaim China yang menganggap Laut China Selatan sepenuhnya adalah milik mereka tentu tidak berlandaskan hukum internasional. Klaim China yang sepihak tersebut didasarkan pada sisi historis di mana kekaisaran China dulu menguasai apa yang China sebut sebagai nine dash line.

Faktanya, kepentingan China atas Laut China Selatan bersinggungan dengan batas teritorial negara-negara Asia Tenggara, termasuk Indonesia di Laut Natuna Utara.

Regulasi dan Kontrol

Persoalan terakhir yang perlu dibahas adalah masalah kapital global. Krisis ekonomi pada 2008 menjadi pelajaran yang perlu diambil bahwa miskalkulasi pengambilan keputusan atau pembuatan regulasi dapat mendorong suatu negara dalam krisis.

Cerny & Prichard (2017) juga menulis bahwa solusi atas regulasi yang buruk bukanlah menambah atau mengurangi regulasi, tetapi mengontrol regulasi dan memilih pembuat regulasi yang kompeten. Kapal yang berlayar tidak hanya memerlukan nakhoda yang cakap, tetapi juga memerlukan anak buah kapal yang berkompeten.

Memilih Nakhoda

Indonesia sebagai salah satu negara berdaulat suka tidak suka harus hidup di sistem internasional yang anarki. Masalah kesenjangan, ketidakamanan, dan kapital global perlu menjadi perhatian serius bagi calon presiden yang akan maju dalam kontestasi politik 2024.

Jangan sampai calon presiden hanya berpandangan bahwa dunia yang kira tinggal adalah dunia yang aman, damai, dan sejahtera.

Kepentingan nasional negara lain hanya dianggap sebagai angin lalu tanpa memahami bahwa kepentingan nasional negara lain bisa saja bergesekan dengan kepentingan nasional Indonesia.

Tulisan ini tidak disponsori oleh salah satu bakal calon presiden yang akan menjadi nakhoda Indonesia selama lima tahun ke depan. Namun, tulisan ini dibuat sebagai bahan refleksi agar pembaca lebih bijak dalam memilih nakhoda kapalnya.

Bagaimanapun juga, nakhoda kapal lah yang akan menentukan nasib perjalanan kapal selama lima tahun ke depan. Oleh karena itu, keputusan yang diambil oleh kita sebagai penumpang kapal secara tidak langsung akan mempengaruhi nasib kapal kita selama lima tahun ke depan.

Media files:
01h09h5b4mp1bf68xwceyfy6ff.png (image/jpeg)
You are receiving this email because you subscribed to this feed at blogtrottr.com. By using Blogtrottr, you agree to our policies, terms and conditions.

If you no longer wish to receive these emails, you can unsubscribe from this feed, or manage all your subscriptions.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar