Feb 27th 2023, 10:41, by Wisnu Prasetiyo, kumparanNEWS
Ramai di media sosial video influencer Jerome Polin dan dua dokter-koas di Universitas Indonesia yang juga populer di TikTok, Farhan Firmansyah dan Ekida Firmansyah, berjoget dan dibubuhi pernyataan yang dinilai tak berempati: 'Mohon maaf kami sudah berjuang semaksimal mungkin'.
Ketiganya dinilai tak pantas bercanda dengan kalimat tersebut. Sebab, kalimat itu biasa disampaikan dokter apabila ada anggota keluarga pasien meninggal dunia.
Terkait hal ini, Dekan Fakultas Kedokteran UI Dr Ari Fahrial Syam menjelaskan pihaknya sedang mempelajari kasus ini.
"Ya, kami sedang mempelajari kasusnya, ada SK Dekan tentang Tata Krama kehidupan kampus," tutur Ari di akun Twitternya, dikutip Senin (27/2).
"Termasuk di dalamnya terkait bagaimana civitas akademika bermedia sosial," sambung Ari.
Sebenarnya etika nakes bermedsos juga telah diatur oleh SK Majelis Kehormatan Etik Kedokteran (MKEK) tahun 2021. SK ini berisi 13 poin yang berkaitan dengan aturan etik dokter di media sosial.
Berikut 13 poin tersebut:
Dokter harus sepenuhnya menyadari sisi positif dan negatif aktivitas media sosial dalam keseluruhan upaya kesehatan dan harus menaati peraturan perundangan yang berlaku.
Dokter selalu mengedepankan nilai integritas, profesionalisme, kesejawatan, kesantunan, dan etika profesi pada aktivitasnya di media sosial.
Penggunaan media sosial sebagai upaya kesehatan promotive & preventif bernilai etika tinggi dan perlu diapresiasi selama sesuai kebenaran ilmiah, etika umum, etika profesi, serta peraturan perundangan yang berlaku.
Penggunaan media sosial untuk memberantas hoaks/informasi keliru terkait kesehatan/kedokteran merupakan tindakan mulia selama sesuai kebenaran ilmiah, etika umum, etika profesi, serta peraturan perundangan yang berlaku. Dalam upaya tersebut, dokter harus menyadari potensi berdebat dengan masyarakat. Dalam berdebat di media sosial, dokter perlu mengendalikan diri tidak membalas dengan keburukan, serta menjaga marwah luhur profesi kedokteran, tenaga kesehatan, maupun profesi/organisasi profesi dokter/kesehatan, dokter harus melaporkan hal tersebut ke otoritas media sosial melalui fitur yang disediakan dan langkah lainnya sesuai peraturan perundangan yang berlaku.
Pada penggunaan media sosial, dokter harus menjaga diri dari promosi diri berlebihan dan prakteknya serta mengiklankan suatu produk dan jasa sesuai dengan SK MKEK Pusat IDI No. 022/PB/K.MKEK/07/2020 tentang Fatwa Etika Dokter Beriklan dan Berjualan Multi Level Marketing yang diterbitkan MKEK Pusat IDI tanggal 28 Juli 2020.
Pada penggunaan media sosial untuk tujuan konsultasi suatu kasus kedokteran dengan dokter lainnya, dokter harus menggunakan jenis dan fitur media sosial khusus yang terenskripsi end-to-end dan tingkat keamanan baik, dan memakai jalur pribadi kepada dokter yang dikonsultasikan tersebut atau pada grup khusus yang hanya berisikan dokter.
Pada penggunaan media sosial termasuk dalam hal memuat gambar, dokter wajib mengikuti peraturan perundangan yang berlaku dan etika profesi. Gambar yang dimuat tidak boleh membuka secara langsung maupun tidak langsung identitas pasien, rahasia kedokteran, privasi pasien/keluarganya, privasi sesama dokter dan tenaga kesehatan, dan peraturan internal RS/Klinik. Dalam menampilkan kondisi klinis pasien atau hasil pemeriksaan penunjang pasien untuk tujuan pendidikan, hanya boleh dilakukan atas persetujuan pasien serta identitas pasien seperti wajah dan nama yang dikaburkan. Hal ini dikecualikan pada penggunaan media sosial dengan maksud konsultasi suatu kasus kedokteran sebagaimana yang diatur pada poin 6.
Pada penggunaan media sosial dengan tujuan memberikan edukasi kesehatan bagi masyarakat, sebaiknya dibuat dalam akun terpisah dengan akun pertemanan supaya fokus pada tujuan. Bila akun yang sama juga digunakan untuk pertemanan, maka dokter harus memahami dan mengelola ekspektasi masyarakat terhadap profesi kedokteran.
Pada penggunaan media sosial dengan tujuan edukasi ilmu kedokteran dan kesehatan yang terbatas pada dokter dan atau tenaga kesehatan, hendaknya menggunakan akun terpisah dan memilah sasaran informasi khusus dokter/tenaga kesehatan.
Pada penggunaan media sosial dengan tujuan pertemanan, dokter dapat bebas berekspresi sebagai hak privat sesuai dengan ketentuan etika umum dan peraturan perundangangan yang berlaku dengan memilih platform media sosial yang diatur khusus untuk pertemanan dan tidak untuk dilihat publik.
Dokter perlu selektif memasukkan pasiennya ke daftar teman pada akun pertemanan karena dapat mempengaruhi hubungan dokter-pasien.
Dokter dapat membalas dengan baik dan wajar pujian pasien/masyarakat atas pelayanan medisnya sebagai balasan di akun pasien/masyarakat tersebut. Namun sebaiknya dokter menghindari untuk mendesain pujian pasien/masyarakat atas dirinya yang dikirim ke publik menggunakan akun media sosial dokter sebagai tindakan memuji diri secara berlebihan.
Pada kondisi di mana dokter memandang aktivitas media sosial sejawatnya terdapat kekeliruan, maka dokter harus mengingatkannya melalui jalur pribadi. Apabila dokter tersebut tidak bersedia diingatkan dan memperbaiki perilaku aktivitasnya di media sosial, maka dokter dapat melaporkan kepada MKEK.
Jerome Polin Minta Maaf
Sementara itu, YouTuber Jerome Polin minta maaf terkait konten itu.
"Terkait permasalahan tentang konten memakai atribut dokter disertai teks pada video, aku mohon maaf," tulis Jerome di akun medsosnya.
"Aku benar-benar minta maaf untuk hal ini. Ke depannya, aku dan tim akan berusaha untuk lebih bijak dan hati-hati lagi," imbuh sarjana teknik dari Universitas Waseda, Jepang, ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar