Jun 13th 2024, 05:41, by Tim kumparan, kumparanNEWS
Sungai Citarum di Desa Selacau, Kecamatan Batujajar, Kabupaten Bandung Barat (KBB), kembali menjadi sorotan utama akibat tumpukan sampah yang luar biasa banyak, di bawah Jembatan Callender Hamilton atau Babakan Sapan (BBS).
Sampah yang mencapai 100 hingga 200 ton ini memicu polemik antara berbagai pihak terkait penyebab dan penanganannya.
Pemerintah daerah pun sempat saling menyalahkan akibat meluapnya sampah di sungai itu, terutama daerah lainnya yang dinilai menjadi penyumbang sampah di perairan tersebut.
Banjir kiriman sampah dari daerah hulu memang kerap terjadi di wilayah perairan Citarum Batujajar. Namun, kondisi kali ini cukup parah dibanding hari-hari biasanya, lantaran volume sampah kiriman sangat besar sehingga menghambat mobilitas perahu serta kegiatan nelayan mencari ikan.
Apa Penyebabnya?
Penjabat Gubernur Jawa Barat, Bey Machmudin, bersama Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Jabar, meninjau langsung lokasi pada Rabu (12/6/2024) untuk melihat kondisi tersebut.
Bey mengidentifikasi dua penyebab utama penumpukan sampah, yakni sedimentasi dan perilaku buruk masyarakat dalam membuang sampah sembarangan.
"Sedimentasi menjadi penyebab tertahannya tumpukan sampah di Sungai Citarum wilayah Bandung Barat. Sampah ini merupakan kiriman dari wilayah hulu seperti Kota Bandung, Kabupaten Bandung, dan Kota Cimahi yang terbawa banjir saat hujan deras," kata Bey di lokasi.
Bey juga menekankan pentingnya kedisiplinan masyarakat dalam membuang sampah pada tempatnya. Masing-masing kabupaten/kota sudah memiliki aturan yang berisi sanksi bagi siapa pun yang membuang sampah sembarangan.
"Aturan ini perlu didukung dengan kedisiplinan dan kesadaran warga. Kami mohon masyarakat jangan buang sampah sembarangan, buang pada tempatnya. Masyarakat sudah ada aturannya, tapi harus ada buktinya. Kalau seperti ini, bagaimana menindaknya," ujarnya.
Hingga 200 Ton
Sementara itu, Kepala Dinas Lingkungan Hidup Provinsi Jawa Barat, Prima Mayaningtyas, menjelaskan bahwa sampah yang tertahan di jembatan tersebut didominasi oleh plastik bekas bungkus makanan, yang membentang sepanjang 3 kilometer dengan lebar 60 meter.
"Kurang lebih kalau dihitung tonase mungkin sekitar 100 hingga 200 ton," ungkapnya.
Dalam upaya membersihkan sampah, DLH Jabar akan berkolaborasi dengan Satgas Citarum Harum dan relawan kebersihan dari Bening Saguling untuk melakukan gotong royong.
"Untuk mengangkat sampah sebesar itu dari badan sungai membutuhkan waktu yang tidak sebentar. Dengan tambahan alat berat dari Satgas Citarum Harum, IP Saguling, dan sektor lain, kami perkiraan bisa selesai dalam kurang dari sepekan," tambah Prima.
Menyusuri Jejak Peradaban Sungai Citarum dari Hulu ke Hilir
Sungai Citarum, urat nadi kehidupan bagi jutaan masyarakat Jawa Barat, menyimpan kisah panjang peradaban yang terukir di sepanjang alirannya.
Dari hulu di Gunung Wayang hingga muaranya di Laut Jawa, Citarum menjadi saksi bisu perjalanan manusia, budaya, dan kerajaan-kerajaan besar di masa lampau.
Sungai Citarum telah melalui berbagai fase kehidupan. Ratusan ribu tahun yang lalu, terjadi peristiwa letusan sebuah gunung purba berjuluk Gunung Sunda.
Letusannya begitu kuat sehingga gunung itu pun lenyap dan mengubah bentang alam wilayah di sekitarnya bekas kaldera Gunung Sunda menjadi Danau Bandung Purba, sedangkan di timurnya kemudian berkembang Gunung Tangkuban Parahu.
Pada masa-masa setelahnya, Danau Bandung Purba secara berangsur terbagi dan menyusut. Debit airnya kemudian menjadi bagian dari aliran Sungai Citarum.
Bagi masyarakat yang tinggal di sepanjang alirannya, Citarum bukan hanya sungai biasa. Citarum adalah sumber kehidupan, budaya, dan identitas. Airnya mengairi sawah, menggerakkan roda industri, dan menjadi sumber air minum bagi jutaan penduduk.
Citarum telah menjadi saksi bisu perkembangan peradaban di wilayah Jawa Barat. Sungai ini bukan hanya penting sebagai sumber air, melainkan juga sebagai penghubung berbagai budaya dan aktivitas manusia sepanjang masa.
Namun, Citarum juga menghadapi berbagai tantangan. Pencemaran dan kerusakan lingkungan yang menjadi ancaman serius bagi kelestarian akan kebudayaan dari sungai ini.
Hal ini yang membuat Balai Pelestarian Kebudayaan (BPK) Wilayah IX Provinsi Jawa Barat menggagas jejak pelestarian budaya yang bertajuk Cerita Citarum dengan melibatkan pegiat budaya, peneliti Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), hingga tokoh adat setempat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar