Lampung Geh, Bandar Lampung - Usai dilaporkan oleh para petani di Kotabaru terkait penggusuran lahan tanaman miliknya, kini Pemerintah Provinsi (Pemprov) Lampung melakukan pelaporan balik kepada para petani tersebut, pada Rabu (20/3).
Diduga Pemerintah Provinsi Lampung mencoba untuk melakukan tindak kriminalisasi Petani Kota Baru melalui pemilik bajak dengan Laporan Polisi Nomor 121/B/III/2024/SPKT/POLDA Lampung atas nama Soleha sebagai pelapor yang merupakan pemilik bajak yang disewa serta bajaknya digunakan untuk menggusur tanaman warga.
Direktur Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) LBH Bandar Lampung Sumaindra Jarwadi S.H. membenarkan adanya laporan tersebut saat dihubungi Lampung Geh.
"Iya ada laporan balik bang," jawabnya.
Menurutnya, kriminalisasi yang dilakukan pemprov Lampung sebagai bentuk upaya pemprov untuk melemahkan gerakan rakyat yang hari ini sedang memperjuangkan garapan di kota baru.
"Kriminalisasi petani kota baru adalah imbas perlawanan yang dilakukan masyarakat untuk mempertahankan hak asasinya yaitu tanam tumbuh di garapan sebagai ruang hidup dan penghidupan para petani yang digusur sewenang-wenang oleh Pemprov Lampung," ungkapnya.
Beliau menambahkan, petani kota baru dituduhkan melakukan pengerusakan kepada traktor yang digunakan untuk menggusur tanam tumbuh mereka, faktanya mereka mempertahankan tanam tumbuh yang sedang di rusak secara bersama-sama oleh Pemprov yang dikawal oleh preman-preman.
"Penggusuran yang dilakukan pemprov kepada salah seorang petani kota baru Sdr. Tini yang menjadi korban penggusuran tanam tumbuh dilahan kota baru, karena Sdr. Tini merupakan actor yang paling aktif dan vocal dalam memperjuangkan lahan garapan bersama-sama masyarakat khususnya di Desa Sindang Anom," terangnya.
Hal tersebut diperkuat oleh perwakilan BPKAD Pemprov Lampung yang menyampaikan itu ketika ditanyai oleh kepala SPKT POLDA Lampung saat hadir pada pemeriksaan tempat kejadian perkara (TKP) pasca laporan petani kota baru diterima pada Rabu (20/3) lalu.
"Penggusuran, perampasan, intimidasi dan krimininalisasi membuktikan secara gamblang bahwa saat ini pemerintah tidak lagi berpihak kepada kepentingan rakyat khususnya petani. Pemerintah provinsi lampung justru menjadi aktor pemiskinan rakyat, dan tidak menjalankan amanat konstititusi soal Bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat sesuai dengan Pasal 33 ayat (3) UUD 1945. Dengan dalih menjalankan tugas sesuai dengan kebijakan yang menggusur, pemerintah tidak memtimbangkan hak-hak rakyat," tandas Sumaindra. (Al)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar